Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Gunungkidul menggelar Rapat Koordinasi Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak (KLA) bertempat di Ruang Rapat Welas Asih, Kamis (3/7). Rapat ini diikuti oleh 40 peserta dari lintas sektor sebagai bentuk komitmen bersama dalam mewujudkan Kabupaten Gunungkidul sebagai Kabupaten Layak Anak.
Dalam sambutannya, Plt. Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan pentingnya sinergi antar perangkat daerah dan lembaga terkait.
“Kami perlu bersinergi agar bisa mendongkrak capaian Kabupaten Layak Anak ke peringkat yang lebih baik. Persiapan data yang valid menjadi sangat penting untuk menyongsong generasi emas Gunungkidul di masa depan,” ujarnya.
Rapat dilanjutkan dengan pemaparan dari Ibu Suratmiari, yang menekankan pentingnya pembentukan Forum Anak di tingkat Kapanewon sebagai wadah aspirasi anak di wilayah masing-masing. Ia juga menyoroti perlunya Rumah Ibadah Ramah Anak sebagai tempat aman dan nyaman bagi anak-anak dalam mengisi waktu luang.
“Kami sangat mengharapkan masukan dari Bapak/Ibu peserta rapat sebagai bahan evaluasi dan monitoring untuk pemenuhan indikator Kabupaten Layak Anak tahun depan,” tuturnya.
Forum Anak Kabupaten Gunungkidul, yang diwakili oleh Ikhsan, menyampaikan harapan agar Forum Anak di tingkat Kalurahan kembali diaktifkan. Forum ini diharapkan mampu berperan sebagai Pelopor dan Pelapor isu-isu anak yang kemudian disuarakan hingga ke tingkat provinsi melalui Forum Anak Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sementara itu, Pengadilan Agama Wonosari melalui Khairil, melaporkan bahwa hingga awal Juli 2025 tercatat 40 permohonan dispensasi nikah, turun dari 68 anak pada tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 31 anak sudah hamil, 13 ingin menghindari zina, 1 sudah melakukan hubungan badan, dan 4 sudah melahirkan. Data dispensasi nikah non-Muslim berada di Pengadilan Negeri Wonosari.
LPKA Kelas II Yogyakarta yang diwakili Pak Rubiyanto menyampaikan sejumlah pembaruan layanan bagi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), termasuk:
- Asesmen pola hubungan dengan keluarga dan lingkungan (75 ABH)
- Pendidikan agama dan ibadah bagi semua anak sesuai keyakinan
- Pelatihan soft skill seperti perbengkelan, kriya, dan peternakan
- Asesmen tingkat depresi bekerja sama dengan UAD
- Inovasi “Rumah Konseling” untuk proses reintegrasi sosial anak
- Rencana kerja sama dengan PUSPAGA Handayani untuk pendidikan penyadaran bagi orang tua
Dari Balai Pendidikan Menengah, disampaikan bahwa batas usia masuk SMA adalah 21 tahun, sehingga anak-anak yang menghadapi kasus hukum tetap memiliki hak untuk melanjutkan pendidikan formal.
Masukan juga datang dari Dinas Pemuda dan Olahraga, yang menyoroti maraknya kasus anak pecandu minuman keras di masyarakat. Untuk itu, disarankan agar Jam Belajar Malam diperketat dan dioptimalkan perlindungan dari kekerasan di sekolah melalui program LPKK (Lembaga Pengembangan Karir dan Konseling).